Beberapa minggu ini kita selalu tercengang dengan banyaknya berita seputar korupsi dan Skandal Seks yang dilakoni oleh oknum anggota DPR.
Akhirnya saya merenung sejenak…..ada apa kemungkinan penyebabnya?
Dari hasil renungan pribadi kemudian saya dapatkan jawaban (ini pendapat pribadi),
bahwa ternyata DISAIN ATAP GEDUNG MPR/DPR MIRIP SEKALI DENGAN ‘MAAF’ “KUTANG WANITA”
Saya juga tidak tahu, siapa arsitek dari Gedung MPR/DPR ini
Kemudian saya coba bantuan mbah “Google” yang pinter. Saya gunakan keyword “siapa arsitek gedung MPR/DPR RI?”. Dan ternyata saya mendapatkan hasil lumayan banyak yaitu 160.000 alamat pencarian.
Saya tertarik kemudian dengan artikel di website BaliPost 10 oktober 2004. Berikut ini potongan artikelnya mengenai siapa arsitek dan pencetusnya.
“
Berdirinya gedung parlemen Indonesia yang kini disebut Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini, diawali dengan semangat revolusioner untuk menyelenggarakan konferensi internasional “Conference of the New Emerging Force” (Conefo). Konperensi internasional yang diprakarsai Presiden Soekarno ini dimaksudkan untuk menggalang kekuatan di kalangan negara-negara baru untuk membentuk tatanan dunia baru. Untuk melaksanakan konperensi inilah perlu dirancang dan dibangun sebuah gedung konferensi. Presiden Soekarno kemudian menyampaikan kriteria perancangan, bahwa kompleks bangunan yang akan dibangun harus memiliki ciri khas kepribadian Indonesia. Selain itu, bangunan itu juga harus sanggup menjawab tantangan zaman beberapa tahun ke depan. Ada lagi persyaratan tambahan, Gedung Conefo harus menampilkan kemegahan, agar bisa ditampilkan sebagai teladan dan keunggulan karya rancang bangun teknisi Indonesia.
Sejak 8 Maret 1965, diadakan sayembara perancangan Gedung Conefo oleh pemerintah Indonesia. Penyelenggaraan sayembara ini merupakan kesempatan pertama bagi konsultan teknik serta arsitek Indonesia, untuk merancang gedung konperensi yang bisa manandingi Gedung PBB di New York, AS. Sayembara ini diikuti tiga konsultan perencanaan dan peserta perseorangan. Tetapi justru peserta dari unsur peroranganlah yang terpilih sebagai pemenang, yaitu Soejoedi Wirjoatmodjo, Dipl. Ing. Keikutsertaan Soejoedi sebenarnya atas dorongan Menteri PUT Soeprajogi, yang telah mengenalnya sebagai arsitek berprestasi, yang senantiasa bekerja sama dengan Ir. Sutami, teknisi muda yang handal menghitung konstruksi bangunan.
Kemenangan rancangan Soejoedi sangat dibantu dengan pembuatan maket yang melengkapi gambar rancangannya. Keberadaan maket ini sangat memudahkan tim penilai memahami wujud tiga dimensi, bila bangunannya telah selesai. Selain itu, rancangan Soejoedi sangat memudahkan pelaksanaan pembangunan gedung ini, karena bisa dikerjakan secara terpisah-pisah — namun jika bangunannya telah jadi semua, setiap unit akan saling berkaitan dalam satu kesatuan. Batas akhir penyelesaian proyek Gedung Conefo adalah 17 Agustus 1966. Menjelang peringatan HUT Kemerdekaan RI ke-20, seluruh struktur berbagai bangunan telah bisa terwujud. Namun sentuhan akhir pembangunan proyek, terganggu oleh peristiwa G30S/PKI. Menjelang akhir 1966, pasca peristiwa G30S/PKI, berlangsung pembicaraan antara pihak pemerintah dengan pimpinan DPR, untuk membahas gedung yang akan digunakan DPR. Ketua Presidium Kabinet Ampera, Jenderal Soeharto, kemudian mengunjungi bangunan utama Conefo. Sesudah melihat kenyataan di lapangan, Soeharto kemudian memutuskan untuk menggunakan Gedung Conefo menjadi Gedung MPR/DPR, melalui SK Nomor 79/U/Kep/11/1966, tanggal 9 November 1966. Selanjutnya Panitia Proyek Pembangunan Conefo dibubarkan.
Keunikan Atap
Keunikan dari arsitektur Gedung MPR/DPR RI ini adalah pada bentuk atap gedung ruang sidang utamanya. Atap gedung ini mirip dengan prinsip struktur sayap pesawat terbang. Ide bentuk ini justru muncul pada saat pelaksanaan sayembara perancangan gedung Conefo sudah hampir habis. Dalam situasi terburu-buru, Soejoedi Wiroatmodjo yang sudah hampir menyelesaikan gambar rancangan dan maket gedung, ternyata belum memiliki rancangan atap ruang sidang utama, yang menjadi induk dari kompleks gedung rancangannya.”
Tapi satu hal yang kurang jeli dalam tulisan di atas. Yang menurut saya bisa menjadi dasar “Mengapa Banyak terjadi skandal seks di gedung dewan itu”.
TERNYATA RANCANGAN/ARSITEKTUR GEDUNG MPR/DPR RI ‘MAAF’ MIRIP “KUTANG WANITA“
Lihat saja gambar karikatur di bawah ini yang saya ambil dari Harian Lombok Post tanggal 6 Juli 2007.
“Bandingkan dengan ini
GAMBAR DI ATAS MIRIP CARA IBU-IBU YANG MASUKKAN UANG KE DALAM KUTANGNYA”
arti filosofisnya : “GEDUNG ITU SUKA DUIT JUGA SUKA SEKS”
Renungan terakhir saya “saya teringat dengan mantan Presiden Soekarno, dimana beliau adalah seorang arsitek/insinyur alumni ITB. Juga pengagum keindahan terutama keindahan tubuh wanita. tercatat pak karno punya 9 istri, yaitu: Siti Utari Tjokroaminoto, Inggit Garnasih, Fatmawati, Hartini, Kartini Manopo, Ratnasari Dewi, Haryati, Yurike Sanger, dan Heldy Djafaar.(http://www.ambarrukmo.com/?x=Catalogue&pid=1184058021).
Dan konon Pak Karno senang dengan ruangan yang beraroma seks, bahkan ada cerita pernah suatu ketika dia meminta pelukis terkenal Affandi untuk melukis “wanita telanjang” di depannya. Masih ingat pose bugil mantan istri Pak Karno dari Jepang itu? Ratnasari dewi ?
Bahkan ada orang-orang iseng membuat akronim sebagai berikut:
SUKARNO = SUKA NONA (Pak Karno punya banyak isteri cantik)
SUHARTO = SUKA HARTA (pak Harto punya harta banyak/terkaya di asia tenggara)
Kira-kira ada benarnya gak ya ???
Satu lagi. Coba perhatikan disain Tugu MONAS, anda akan melihat dia mirip dengan Celana Dalam.
Siapakah perancangnya saat itu. Tidak lain adalah Mantan Presiden Soekarno.
Sumber: http://www.subki-online.co.cc/
Filed under: 1 | Tagged: aroma seks, cantik indonesia, citra, gedung MPR/DPR, korupsi, kutang wanita, miss indonesia, pelukis affandi, seks, seks dan politik, skandal seks, suka harta, suka nona, sukarno | Leave a comment »